Follow Us @soratemplates

Sunday 19 October 2014

Pemikiran Metafisika Al Farabi


Tugas Filsafat Islam
1. Jelaskan Metafisika dan Episteomologi serta Konsekuensi Filsafat Pragmatis Al Farabi
2. Jelaskan Metafisika Al Razi, Ajaran tentang Moral dan Penolakan terhadap Kenabian

Jawaban :
1.      Pemikiran metafisika Al farabi,  Metafisika, menurut al-Farabi dapat dibagi menjadi tiga bagian utama :
1. Bagian yang berkenaan dengan eksistensi wujud-wujud, yaitu ontologi.
2. Bagian yang berkenaan dengan substansi-substansi material, sifat dan bilangannya, serta derajat keunggulannya, yang pada akhirnya memuncak dalam studi tentang “suatu wujud sempurna yang tidak lebih besar daripada yang dapat dibayangkan”, yang merupakan prinsip terakhir dari segala sesuatu yang lainnya mengambil sebagai sumber wujudnya, yaiu teologi.
3. Bagian yang berkenaan dengan prinsip-prinsip utama demonstrasi yang mendasari ilmu-ilmu khusus.
Hierarki wujud menurut al-Farabi adalah sebagai berikut :
1. Tuhan yang merupakan sebab keberadaan segenap wujud lainnya.
2. Para Malaikat yang merupakan wujud yang sama sekali immaterial.
3. Benda-benda langit atau benda-benda angkasa (celestial).
4. Benda-benda bumi (teresterial).
Dengan filsafat emanasi al-Farabi mencoba menjelaskan bagaimana yang banyak bisa timbul dari Yang Esa. Tuhan bersifat Maha Esa, tidak berubah, jauh dari materi, Maha Sempurna dan tidak berhajat pada apapun. Kalau demikian hakikat sifat Tuhan bagaimana terjadinya alam materi yang banyak ini dari yang Maha Satu. Emanasi seperti yang disinggung di atas merupakan solusinya bagi al-Farabi.50
Proses emanasi itu adalah sebagai berikut, Tuhan sebagai akal, berpikir tentang diri-Nya, dan dari pemikiran ini timbul satu maujud lain. Tuhan merupakan wujud pertama dan dengan pemikiran itu timbul wujud kedua, dan juga mempunyai substansi. Ia disebut Akal Pertama (First Intelligent) yang tak bersifat materi. Wujud kedua ini berpikir tentang wujud pertama dan dari pemikiran ini timbullah wujud ketiga, disebut Akal Kedua, Al-Farabi menjelaskan hal ini dengan teori emanasi.60 Disini ia menjelaskan munculnya segala sesuatu dengan tidak melalui Kun Fayakun seperti pemahaman tradisional. Segala sesuatu dari Wujud Pertama dalam suatu cara yang sangat sistematis, dan dari sudut pandangan Islam heterodok (mengandung banyak bid’ah)
Al-Farabi seperti Aristoteles membedakan antara materi (zat) dan bentuk (shurah). Materi sendiri berupa kemungkinan. Sebagai contoh ia mengemukakan : Kayu sebagai materi mengandung banyak kemungkinan, mungkin menjadi kursi, lemari dan sebagainya. Kemungkinan itu baru terlaksana jika sudah menjadi kenyataan kalau diberi bentuk, misalnya bentuk kursi, lemari, meja dan sebagainya. Dengan cara berpikir demikian, al-Farabi mengecam pandangan para ahli tafsir pada zamannya. Ciri rasionalismenya jelas terlihat dari jalan pikirannya yang mengatakan, bahwa suatu kesimpulan yang diambil di atas dasar-dasar yang kokoh adalah lebih berhak untuk hidup daripada kepercayaan taklid seluruh umat Islam yang sama sekali tidak didasari oleh dalil-dalil.
Ada tiga hal pokok yang menjadi persoalan metafisika, yaitu; Segi esensi (zat) dan eksistensi (wujud) sesuatu, Pokok utama segala yang maujud,  Prinsip utama tentang gerak dasar menurut ilmu pengetahuan. Dalam pandangan Aristoteles hakikat sesuatu terdiri dari materi (hule) dan bentuk (form). Materi tidak akan dapat diketahui hakikatnya kalau belum ada bentuknya. Namun antara materi dan bentuk tidak dapat dipisahkan. Misalnya papan tulis yang dibikin dari kayu. Kayu adalah materinya dan bangunan papan bersegi empat itulah bentuknya. Dengan adanya bentuk dapat diketahui hakikat. Begitu pula dengan kursi meja dan sebagainya memberi bentuk kepada materi kayu sesuai dengan apa yang kita lihat. Sepintas lalu dapat dikatakan bahwa bentuk berubah-ubah, tetapi sebenarnya materilah yang berubah-ubah dalam arti berubah untuk mendapatkan bentuk-bentuk tertentu.
b. epistemology
Al-Farabi membagi ilmu kepada dua, yaitu konsepsi tasawwur mutlak dan konsep yang disertai keputusan pikiran (judgment-tasdiq). Diantara konsep itu ada yang baru sempurna apabila didahului oleh yang sebelumnya sebagaimana tidak mungkin menggambarkan benda tanpa menggambarkan panjang, lebar dan dalam tiga dimensi. Konsep tersebut tidak mesti diperlukan pada setiap konsep, melainkan harus berhenti pada suatu konsep yang penghabisan yang tidak mungkin dibayangkan adanya konsep yang sebelumnya, seperti konsep tentang wujud, wajib dan mungkin. Kesemuanya ini tidak memerlukan adanya konsep yang sebelumnya, karena konsep-konsep tersebut adalah pengertian-pengertian yang jelas dan benar dan terdapat dalam pikiran.
Adapun keputusan pikiran (judgment-tasdiq), maka diantaranya ada yang tidak bisa diketahui, sebelum diketahui hal-hal sebelumnya. Seperti pengetahuan bahwa alam ini baru. Untuk itu diperlukan terlebih dahulu adanya putusan bahwa alam ini tersusun, dan tiap yang tersusun berarti baru. Ini adalah hukum-hukum pikiran dasar dan yang jelas dalam akal, seperti halnya dengan hukum yang mengatakan bahwa keseluruhan lebih besar dari sebagian. Kesemuanya ini adalah pikiran-pikiran yang terdapat dalam akal dan yang bisa dikeluarkan sebagai pengingatan karena tidak ada sesuatu yang lebih terang dari padanya dan tidak perlu dibuktikan karena sudah jelas dengan sendirinya. Juga hukum-hukum tersebut memberikan keyakinan dan juga merupakan dasar aksioma.
C. Teori Praktis AL farabi
Menurut al-Farabi perbedaan dasar antara rasio teortis dan praktis adalah bahwa pembentuk yang menyangkut pengetahuan tentang sesuatu atau makhluk yang tidak dapat kita membuat atau merubahnya, sementara yang terahir adalah sebuah sumber pengetahuan tentang objek-objek dan peristiwa-peristiwa yang keberadaannya tergantung pada keinginan manusia. Misalnya, rasio teoritis menyelidiki prinsip-prinsip matematika secara abstrak tanpa kualifikasi; rasio praktis mengaplikasikan aturan-aturan tersebut pada tindakan, yang dibuat atau di manipulasi oleh seni dan keinginan manusia. Pengetahuan tentang apa yang teoritis, dalam pengertian ini, dapat di akumulasi semata dari pengalaman ekstensif dan penafsiran tentang apa yang secara praktis terpikir. Jadi penalaran yang dirinya tidak berakar pada teoritis dapat menuntun pada pemahaman teoritis, karena terdapat sebuah hubungan antara dua bentuk penalaran, meskipun tidak perlu tergantung pada preoritas temporal pengalaman praktis yang dalam faktanya dapat menelurkan kesimpulan-kesimpulan yang salah.
Filsafat menurut pemahaman al-Farabi adalah semata sebuah kesempurnaan teoritis dan kepastian demonstrative. Bagi al-Farabi, untuk sampai pada tujuan teoritis filosof, seseorang menemukan bahwa kegunaan pengetahuan teoritis dan karena itu kuasa teoritis memberikan dorongan dan cara-cara untuk mencapai kebahagiaan terakhir. Ketika seseorang mencari kesempurnaan dan kepastian terakhir tersebut, terdapat dua hasil yang beringingan; pertama, gagal mencapai kepastian atas semua problem dan oleh karena itu kebingungan antara bagian yang pasti dan hanya mungkin berhenti pada tataran pendapat dan keyakinan; kedua, kebutuhan [disiratkan oleh kesempurnaan itu sendiri] atas realisasi, yakni mewujudkannya pada tindakan nyata.
Menurt al-Farabi, untuk mencapai level sepenuhnya atas kesempurnaan ini, seseorang harus memanfaatkan makhluk alamiah lainnya. Jadi, untuk mencapai apakah kesempurnaan mungkin bagi masing-masing individu, seseorang harus bergaul dengan yang lain. Dari sini al-Farabi menyimpulkan, “sekarang disana muncul ilmu dan penyelidikan lain yang meneliti prinsip-prinsip keintelektualan itu dan tindakan-tindakan serta keadaan-keadaan karakter dengan mana seseorang bekerja menuju kesempurnaan”. Hal ini merupakan filsafat atau ilmu agama.
Bagi al-Farabi, kemampuan memperoleh teoritis yang dapat diterima, baik dari proses demonstrasi [filsafat] atau imitasi [agama], adalah wahyu. Namun hal ini bersifat ekslusif atau tidak semua orang mampu mengaksesnya, sebab ini bersifat murni intelektual. Orang bisaa hanya mampu mengakses kategori ‘imitasi’. Imitasi, menurut al-Farabi, selalu terikat oleh tempat dan waktu, sehingga melahirkan bentuk-bentuk yang berbeda sesuai dengan waktu dan
Menurut keyakinan al-Farabi, agama adalah lebih daripada imitasi dari filsafat semata; ia adalah kesempurnaan sebuah praktis, kebajikan yang disengaja, dan syarat aksi. Dengan ini maka filsafat agama menjadi sebuah ilmu tentang metode retoris dan puitis, kekuatan untuk meyakinkan, menanam kebajikan, dan menanamkan cara-cara mencapai kebahagiaan yang mungkin bagi masing-masing masyarakat setiap Negara. Hal ini mengindikasikan bahwa lawgiver merupakan orang yang menguasai kedua metode teoritis tersebut. Dalam arti, mereka menguasai ilmu yang dibangun oleh metode demonstrative dan sekaligus cara bagaimana hal itu mungkin diimplementasikan secara praktis. Untuk mengevaluasi atau mengukur kebenaran penalaran tersebut, al-Farabi menggunakan ukuran tujuan ‘kebahagiaan’. Jika hasil penalaran itu sesui dengan tujuan akhir ini maka ia benar, namun jika sebaliknya ia-pun salah.

2.      A. Metafisika AL Razi
Ajaran Filsafat al Razi dikenal dengan istilah ajaran lima yang kekal ,
1)       Allah(al-Bari ta’ala) Tuhan pencipta yang maha tinggi dan maha sempurna. Allahlah yang menciptakan dan mengatur seluruh Alam, Allah menciptakan Alam bukan dari tiada, tetapi dari sesuatu yang telah ada, karena itu alam semestinya tidak kekal sekalipun materi pertama kekal sebab penciptaan disini dalam arti disusun dari bahan yang telah ada. Ada tiga teori yang menerangkan asal kejadian alam semesta yang mendukung keberadaan tuhan,
1. Paham yang mengatakan alam semesta ini ada dari yang tidak ada, ia terjadi dengan sendirinya,
2. Alam semesta ini berasal dari sel yang merupakan inti,
3. Alam semesta ini ada yang menciptakannya
Tuhan, karena kebijakan tuhan itu maha sempurna. Keidaksengajaan tidak dapat di sifatkan kepada-Nya. Kehidupan berasal darinya sebagaimana sinar datang dari matahari. Ia mempunyai kepandaian senpurna dan murni. Tuhan mencitkan sesuatu, tiada bisa menandingi-Nya, dan tak sesuatupun yang dapat menolak kehendaknya
2) Roh (An-Nafsul kuliyyah ) Roh atau jiwa adalah merupakan sumber kekal yang kedua, hanya saja ia tidak seMaha dengan Tuhan, karena ia terbatas dan tentu saja dengan keterbatasannya itu membutuhkan Tuhan. Hal itu terlihat ketika jiwa, tertarik dengan materi pertama yang juga kekal. Untuk memenuhi hal itu, Tuhan membantu jiwa dengan membentuk alam ini (termasuk manusia) melalui materi pertama dengan susunan yang kuat, sehingga jiwa dapat mencari kesenangan didalamnya. sekaligus melengkapinya dengan akal agar ia tidak memperturutkan hawa nafsu
3) Materi ( Al-Hayulal Ula) Materi merupakan apa yang bisa ditangkap dengan panca indra tentang benda, ia adalah substansi yang kekal, terdiri dari atom-atom. Menurut Al-Rozi kemutlakan materi yang pertama terdiri atas atom-atom. Setiap atom mempunyai volume, kalau tidak, maka dengan pengumpulan atom-atom itu tidak dapat di bentuk. Bila dunia di hancurkan maka ia juga terpisah-pisah dalam bentuk atom-atom. Dengan demikian materi berasal dari kekekalan, karena tidak mungkin menyatakan bahwa sesuatu berasal dari ketiadaan. Apa yang lebih padat menjadi unsur bumi (tanah), apa yang renggang dari unsur bumi menjadi unsur air, apa yang lebih renggang lagi menjadi unsur udara, dan yang jauh lebih jarang lagi menjadi unsur
4) Ruang (Al-Makanul Mutlaq) Menurut al-Razi, ruang adalah tempat keberadaan materi, kalau materi dikatakan kekal maka dia membutuhkan ruang yang kekal pula.Menurut Ia ruang tu ada dua macam, yaitu: ruang universal atau mutlak, dan ruang tertentu atau relatif. Yang pertama tak terbatas, dan tidak bergantung kepada dunia dan segala yang ada di dalamnya. Kehampaan ada dalam ruang, dan karenanya, ia berada dalam materi. Sebagai bukti dari ketidakterbatasan ruang, al-iransyahri dan al-rozi mengatakan “bahwa wujud yang memerlukan ruang tidak dapat maujud tanpa adanya ruang, meski ruang bisa maujud tanpa adanya wujud tersebut.
Ruang tak lain adalah tempat bagi wujud-wujud yang membutukan ruang. Yang berisi keduanya, yaitu wujud atau bukan wujud. Bila wujud, maka ia harus berada di dalam ruang, dan di luar wujud ini adalah ruang atau tiada ruang, maka ia adalah wujud dan terbatas. Bila bukan wujud, ia berarti ruang. Karenannya ruang itu tak terbatas ila orang berkata bahwa ruang mutlak ini tak terbatas, maka ini berarti bahwa batasannya adalah wujud. Karena setiap wujud itu terbatas, sedang setiap wujud berada di dalam ruang, maka ruang sebagaimanapun tak terbatas, yang tak terbatas itu adalah kekal, karenanya ruang itu kekal. Sedangkan ruang tertentu (relatif) adalah sebaliknya.
5) Waktu (Az-Zamanul Mutlaq)   Al-Rozi membagi waktu menjadi dua macam , yaitu; waktu mutlak dan waktu terbatas (mashur). Waktu mutlak adalah keberlangsungan (al-dhar), ia kekal dan bergerak. Sedang waktu terbatas adalah gerak lingkungan-lingkungan, matahari dan bintang-gemintang.Bila anda berfikir tentang gerak keberlangsunga,maka anda dapat membayangkan waktu mutlak dan ia itu kekal. Jika anda membayangkan gerak pola bumi, berarti anda membayangkan waktu terbatas
Al-Rozi membuat perbedaan antara zaman mutlak dan zaman terbatas aitu di antaranya (al-dahr, duration) dan (al-waqt, time).Yang pertama kekal dalam arti tidak bermula dan tak terakhir, dan yang kedua di sifati oleh angka. Dia juga mengatakan dalam kemaujudan lima hal tersebut dalah perlu: kesdaran bahwa materi terbentuk oleh susunan; ia berkaitang dengan ruang, karena itu harus ada ruang (tempat); pergantian bentuknya merupakan kekhasan waktu, karena ada yang dahulu dan ada yang sekarang, dan jarena waktumaka ada kekonoan dan ada kebaruan, adanya kelebihtuaan dan ad ayang kelebihmudaan; karenannya waktu itu perlu. Dalam kemaujudan terdapat kehidupan karena iru mesti ada ruh. Dan dalm hal ini; mesti ada yang di mengertidan hukum yang mengaturnya harus sepenuhnya sempurna; karena itu, dalam kenyataan ini harus ada pencipta yang bijaksana, mahatau, melakukan segala sesuatu sesempurna mungkin, dan memberikabn akal sebagai bekal mencari keselamatan.   
Menurut al-Razi, dari lima yang kekal itu ada dua yang hidup, dan aktif atau bergerak yaitu Tuhan dan Jiwa atau Roh, satu darinya tidak hidup dan pasif yaitu materi, dan dua lagi yang tidak hidup, tidak bergerak dan tidak pula pasif yakni ruang dan waktu. Filsafat al-Razi sebenarnya diwarnai oleh doktrinnya tentang lima ajaran tentang kekekalan tersebut dan kelima hal inilah yang merupakan landasan ajaran Filsafat yang dibawa oleh al-Razi.
B. Ajaran Tentang Moral , Terkait dengan filsafat al-Razi tentang moral, dalam bukunya “al Thib al Ruhani dan al Sirah al Falsafiyyah” al-Razi memiliki pandangan bahwa moral harus berdasarkan petunjuk rasio. Dengan demikian hawa nafsu mesti diletakkan dibawah akal dan kendali agama, agar ia tidak melanggar larangan-larangan Agama. Berkaitan dengan jiwa, Al-Razi mengharuskan seorang dokter untuk mengetahui dan menguasai kedokteran jiwa, (al-Thibb al-Ruhani) dan kedokteran tubuh (al-Thibb al-Jasmani) secara bersamaan karena manusia membutuhkan hal itu secara bersama-sama pula. Hal ini menunjukkan bahwa antara keduanya memiliki korelasi yang segnifikan yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Al-Razi juga mengutuk akan cinta sebagai suatu keberlebihan dan ketundukan kepada hawa nafsu, cinta menjadikan seseorang lupa akan dirinya dan tidak bisa berpikir secara rasional.
C.     Penjelasan Kenabian Ar rozi
Al-Razi menyanggah anggapan bahwa untuk keteraturan kehidupan, manusia membutuhkan nabi serta wahyu yang diturunkan kepada manusia sebagai aturan serta pedoman dalam menselaraskan keterbatasan akal. Akal menurut al-Razi adalah karunia Allah yang terbesar untuk manusia, dengan akal manusia dapat memperoleh manfaat yang sebanyak-banyaknya bahkan dapat memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, karena itu manusia tidak boleh menyia-nyiakan akal serta mengekang ruang gerak akal, akan tetapi memberi kebebasan sepenuhnya dalam segala hal. Dari pandangan tersebutlah yang menjadikan al-Razi tidak percaya kepada wahyu dan adanya Nabi seperti yang dijelaskan dalam kitabnya” Naqd al-Adyan au fi al-Nubuwwah” (Kritik terhadap agama-agama dan nabi). Al-Razi juga tidak hanya mengkritisi injil dan kitab suci lainnya, bahkan ia juga mengkritisi al-Qur’an berikut kemu’jizatannya.
Al-Razi adalah termasuk seorang Rasionalis murni, ia hanya mempercayai terhadap kekuatan akal dan menjadikan akal diatas segala-galanya namun ia tetap bertuhan dan tidak percaya pada kekuatan wahyu dan adanya kenabian. Ia berkeyakinan bahwa akal manusia kuat untuk mengetahui yang baik serta yang buruk, untuk tahu pada tuhan dan untuk mengatur hidup manusia di dunia ini. Berikut alasan-alasan pokok penolakan Al-Rozi.
Bantahan Al-Rozi terhadap kenabian dengan alasan sebagi berikut:
1. Bahwa akal sudah memadai untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang jahat, yang berguna dan yang tak berguna. Melalui akal manusia dapt mengetahui tuhan dan mengatur kehidupan kita sebaik-baiknya.
2. Tidak ada keistimewaan bagi beberapa orang untuk membimbing semua orang, sebab setiap orang lahir dengan kecerdasan yang sama, perbedaanya bukan hanyalah karena pembawaan alamiah, tetapi karena pengembangan dan pendidikan (eksperimen)

3. Para nabi saling bertentangan. Apabila berbicara atas nama satu tuhan mengapa implementasi mereka terhadap pertentangan?. Setelah menolak kenabian, kemudian al-rozi mengritik agama secara umum. Ia menjelaskan kontradiksi-kontradiksi kaum yahudi, kristen maupun majusi. Pengikatan manusia terhadap agama adalah karena meniru dan kebiasaan, kekuasaan ulama yang mengabdi negara dan manifestasi lahiriah agama, upacara-upacara dan peribadatan yang mempengaruhi yang sederhana serta dan naif.

No comments: