Follow Us @soratemplates

Sunday 23 September 2018

Landasan Wawasan Nusantara Dan Hakekat Wawasan Nusantara

September 23, 2018 0 Comments
pict by Farchi-fams.



Latar Belakang

Berdasarkan falsafah Pancasila, manusia Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai naluri, akhlak, daya pikir, dan sadar akan keberadaanya yang serba terhubung dengan sesamanya, lingkungannya dan alam semesta, dan penciptanya. Menurut GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara) yang ditetapkan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) pada tahun 1993 dan 1998: Wawasan Nusantara yang merupakan wawasan nasional yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945 adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
Wawasan Nusantara adalah cara pandang Bangsa Indonesia terhadap rakyat, bangsa dan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi darat, laut dan udara di atasnya sebagai satu kesatuan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan.Terdapat ketentuan – ketentuan atau kaidah – kaidah dasar yang harus dipatuhi, ditaati, dipelihara, dan diciptakan demi tetap taat dan setianya komponen pembentuk bangsa Indonesia terhadap kesepakatan bersama.
Jika hal ini diabaikan, maka komponen pembentuk kesepakatan bersama akan melanggar kesepakatan bersama tersebut, yang berarti bahwa tercerai berainya bangsa dan negara Indonesia.Seharusnya, dalam suatu Negara perlu adanya persatuan, sehingga tidak menimbulkan  konflik antar bangsa karena kepentingan nasionalnya akan terpenuhi. Dengan demikian Wawasan Nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia dan sebagai visi nasional yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa masih tetap valid baik saat sekarang maupun mendatang, sehingga prospek wawasan nusantara dalam era mendatang masih tetap relevan dengan norma-norma global. Lebih lanjut lagi mengenai hal tersebut akan dibahas di sub selanjutnya. 
 
Pengertian Wawasan Nusantara 
 Secara etimologis, wawasan nusantara yang biasa disingkat wasantara berasal dari kata wawas (atau dari kata induk mawas)yang mempunyai arti pandang, melihat. Dengan memberikan akhiran -an maka akan mempunyai tambahan arti cara. Wawasan berarti suatu cara pandang/lihat. Kata pandang tidak selamanya dihubungkan dengan panca indera penglihatan tapi dapat diperluas menjadi respon, menyikapi, langkah. Jadi,wawasan adalah suatu cara menyikapi dengan dasar yang tertentu sebagai acuan. Sedangkan nusantara berasal dari dua kata yaitu nusa dan antara.Nusa merupakan isitilah jawa kuno yang mempunyai arti pulau.Antara mengandung makna ada sesuatu yang diapit.Nusantara berarti pulau yang mengapit. Jika diperluas dapat diartikan sebagai kepulauan yang saling terikat satu sama lain. Jadi wawasan nusantara secara arti kata adalah cara pandang suatu bangsa berkepulauan dalam menyikapi permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya dengan kondisi beraneka ragam.  
Secara terminologi, menurut Ketetapan MPR Tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN, Wawasan Nusantara yang merupakan wawasan nasional yang bersumber pada Pancasila dan berdasarkan UUD 1945adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelengarakan kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

Adapun landasan wawasan nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari stratifiskasinya sebagai berikut:
1.  Landasan Idil
Pancasila sebagai faslafah ideologi bangsa dan dasar negara. Berkedudukan sebagai landasan idiil darpada wawasan nusantara.Karena pada hakikatnya wawasan nusantara merupakan perwujudan dari pancasila.Pancasila merupakan kesatuan yang bulat dan utuh serta mengandung paham keseimbangan, keselarasan, dan keseimbangan.Maka wawasan nusantara mengarah kepada terwujudnya kesatuan dan keserasian dalam bidang-bidang politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
2.    Landasan Konstitusional
UUD 1945 yang merupakan landasan konstitusi dasar negara, yang menjadi pedoman pokok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik (Pasal 1 UUD 1945) yang kekuasaan tertingginya ada pada rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.
3.    Landasan Visional.
Landasan visional atau tujuan nasional wawasan nusantara sebagai wawasan nasional bangsa indonesia merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat dengan tujuan agar tidak terjadi penyesalan dan penyimpangan dalam rangka mencapai dan mewujudkan cita-cita dan dan tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yaitu :
– Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
– Memajukan kesejahteraan umum
– Mencerdaskan kehidupan bangsa
– Ikut melaksanakan ketertiban dunia
4.    Landasan Konsepsional
Ketahanan nasional, yaitu merupakan kondisi dinamis yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kemampuan sebagai konsepsi nasional, berkedudukan sebagai landasan konsepsional.Dalam upaya mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya, bangsa Indonesia mengahadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (HTAG). Agar dapat mengatasinya, bangsa indonesia harus memiliki kemampuan, keuletan, dan daya tahan yang dinamakan ketahanan nasional.
5.    Landasan Operasional
GBHN adalah sebagi landasan wawasan operasional dalam wawasan nusantara, yang dikukuhkan MPR dalam ketetapan Nomor : IV/MPR/1973 pada tanggal 22 Maret 1973. 

 Asas Wawasan Nusantara terdiri dari :
1.       Kepentingan yang sama
2.       Keadilan Yang berarti kesesuaian pembagian hasil dengan adil.
3.       Kejujuran Yang berarti keberanian berfikir, berkata, dan bertindak sesuai dengan relita serta ketentuan yang benar biarpun realita atau kebenaran itu pahit.
4. SolidaritasYang berarti rasa setia kawan, mau memberi dan berkorban demi orang lain tanpa meninggalkan ciri dan karakter budaya masing-masing.
5. Kerja sama Adanya koordinasi, saling pengertian yang didasarkan atas kesetaraan demi terciptanya sinergi yang lebih baik.
6.  Kesetiaan terhadap ikrar atau kesepakatan bersama demi terpeliharanya persatuann dan kesatuandalam bhinekaan.Merupakan tonggak utama dalam terciptanya persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan.Jika hal ini ambruk maka rusaklah persatuan dan kesatuan kebhinekaan Indonesia.

 Wawasan Nusantara meliputi arah pandang kedalam dan keluar
 1.   Arah pandang ke dalam:  Mengandung arti bahwa bangsa Indonesia harus peka dan berusaha untuk mencegah dan mengatasi sedini mungkin faktor – faktor penyebab timbulnya disintegrasi bangsa dan memelihara persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan . Arah pandang kedalam bertujuan menjamin perwujudan persatuan kesatuan segenap aspek kehidupan nasional,baik aspek alamiah maupun aspek sosial.
 2.   Arah pandang keluar: Mengandung arti bahwa dalam kehidupan internasional bangsa Indonesia harus berusaha mengamankan kepentingan nasionalnya dalam semua aspek kehidupan demi tercapainya tujuan nasional yang tertera pada pembukaan UUD 1945. Arah pandang kedalam bertujuan demi terjaminnya kepentingan nasional dalam  dunia serba berubah serta melaksanakan  ketertiban dunia, yang berdasarkan kepada kemerdekaan , perdamaian abadi dan keadilan sosial serta kerja sama dan sikap saling menghormati. Sumber : Buku Cetak Pengengantar Pendidikan Kewarganegaraan pernerbit PT GramediaPustaka Utama

Kedudukan, Fungsi, dan Wawasan Nusantara 

Kedudukan
Kedudukan merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat agar tidak terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam upaya mencapai dan mewujudkan cita – cita dan tujuan nasional.
Wawasan Nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari stratifikasinya sebagai berikut :
a.       Pancasila sebagai falsafah, ideology bangsa dan dasar negara berkedudukan sebagai landasan idiil.
b.      Undang – Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusi negara, berkedudukan sebagai landasan konstitusional.
c.       Wawasan Nusantara sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan Visional.
d.      Ketahanan Nasional sebagai konsepsi nasional, berkedudukan sebagai landasan konsepsional.
e.       GBHN sebgai politik dan strategi nasional atau sebagai kebijaksanaan dasar Nasional, berkedudukan sebagai landasan operasional.

Fungsi
Wawasan Nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan serta rambu – rambu dalam menentukan segala kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan bagi penyelenggara negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Tujuan
Wawasan Nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala aspek kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mengutamakan kepentingan nasional daripada kepentingan individu, kelompok, golongan, suku bangsa, atau daerah.Hal tersebut bukan berarti menghilangkan kepentingan – kepentingan individu, kelompok, suku bangsa atau daerah.Kepntingan – kepentingan tersebut tetap dihormati, diakui, dan dipenuhi, selama tidak bertentangan dengan kepentingan nasional atau kepentingan masyarakat banyak.

Hakikat Wawasan Nusantara
Hakikat Wawasan Nusantara adalah cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara demi kepentingan nasional . Hal tersebut berarti bahwa setiap warga bangsa dan aparatur negara harus berfikir , bersikap , dan bertindak secara utuh menyeluruh demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Menurut Kelompok Kerja Wawasan Nusantara yang dibuat di LEMHANAS 1999: Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang sebaberagam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional. Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila danUUD 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.
Wawasan Nusantara sebagai Pancaran Falsafah Pancasila.Falsafah Pancasila diyakini sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang sesuai dengan aspirasinya. Keyakinan ini dibuktikan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak awal proses pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia sampai sekarang. Dengan demikian wawasan nusantara menjadi pedoman bagi upaya mewujudkan kesatuan aspek kehidupan nasional untuk menjamin kesatuan, persatuan dan keutuhan bangsa, serta upaya untuk mewujudkan ketertiban dan perdamaian dunia.
Hakekat Wawasan Nusantara adalah keutuhan nusantara/nasional, dalam pengertian : cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara dan demi kepentingan nasional.
 Berarti setiap warga bangsa dan aparatur negara harus berfikir, bersikap dan bertindak secara utuh menyeluruh dalam lingkup dan demi kepentingan bangsa termasuk produk-produk yang dihasilkan oleh lembaga negara.
Wawasan Nusantara dalam Pembangunan Nasional
 a.  Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik
 Bangsa Indonesia bersama bangsa-bangsa lain ikut menciptakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi melalui politik luar negeri yang bebas aktif. Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan politik akan menciptakan iklim penyelenggaraan negara yang sehat dan dinamis. Hal tersebut tampak dalam wujud pemerintahan yang kuat aspiratif dan terpercaya yang dibangun sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat.
 b.  Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Ekonomi
 Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan ekonomi akan menciptakan tatanan ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Di samping itu, implementasi wawasan nusantara mencerminkan tanggung jawab pengelolaa sumber daya alam yang memperhatikan kebutuhan masyarakat antar daerah secara timbal balik serta kelestarian sumber daya alam itu sendiri.

Implementasi Wawasan Nusantara dalam Kehidupan Nasional
Wawasan Nusantara dalam kehidupan nasional yang mencakup kehidupan politik , ekonomi , sosial budaya , dan pertahanan keamanan harus tercermin dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak yang senantiasa mengutamakan kepentingan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia di atas kepentingan pribadi dan golongan .
Dengan demikian , Wawasan Nusantara menjadi nilai yang menjiwai segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada setiap strata di seluruh wilayah negara , sehingga menggambarkan sikap dan perilaku , paham serta semangat kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi yang merupakan identitas atau jati diri bangsa Indonesia .Dalam implementasinya perlu lebih diberdayakan peranan daerah dan rakyat kecil, dan terwujud apabila dipenuhi adanya faktor-faktor dominan : keteladanan kepemimpinan nasional, pendidikan berkualitas dan bermoral kebangsaan, media massa yang memberikan informasi dan kesan yang positif, keadilan penegakan hukum dalam arti pelaksanaan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.
1.      Kehidupan Politik
 Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan wawasan nusantara, yaitu:
Pelaksanaan kehidupan politik yang diatur dalam undang-undang, seperti UU partai Politik, UU Pemilihan Umum, dan UU Pemilihan Presiden.Pelaksanaan undang-undang tersebut harus sesuai hukum dan mementingkan persatuan bangsa.Contohnya seperti dalam pemilihan presiden, anggota DPR, dan kepala daerah harus menjalankan prinsip demokratis dan keadilan, sehingga tidak menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa. Pelaksanaan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia harus sesuai denga hukum yang berlaku. Seluruh bangsa Indonesia harus mempunyai dasar hokum yang sama bagi setiap warga negara, tanpa pengecualian. Di Indonesia terdapat banyak produk hukum yang dapat diterbitkan oleh provinsi dan kabupaten dalam bentuk peraturan daerah (perda) yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku secara nasional.
     Mengembagkan sikap hak asasi manusia dan sikap pluralisme untuk mempersatukan berbagai suku, agama, dan bahasa yamg berbeda, sehingga menumbuhkan sikap toleransi.
 Memperkuat komitmen politik terhadap partai politik dan lembaga pemerintahan untuk menigkatkan semangat kebangsaan dan kesatuan.  Meningkatkan peran Indonesia dalam kancah internasional dan memperkuat korps diplomatic ebagai upaya penjagaan wilayah Indonesia terutama pulau-pulau terluar danpulau kosong.
2.      Kehidupan ekonomi
Wilayah nusantara mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, seperti posisi khatulistiwa, wilayah laut yang luas,hutan tropis yang besar, hasil tambang dan minyak yang besar, serta memeliki penduduk dalam jumlah cukup besar. Oleh karena itu, implementasi dalam kehidupan ekonomi harus berorientasi pada sektor pemerintahan, pertanian, danperindustrian. Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan antardaerah.Oleh sebab itu, dengan adanya otonomi daerah dapat menciptakan upaya dalam keadilanekonomi.Pembangunan ekonomi harus melibatkan partisipasi rakyat, seperti dengan memberikan fasilitas kredit mikro dalam pengembangan usaha kecil.
3.      Kehidupan social
 Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang berbeda, dari segibudaya,status sosial maupun daerah. Contohnya dengan pemerataan pendidikan di semua daerah dan program wajib belajar harus diprioritaskan bagi daerah tertinggal.Pengembangan budaya Indonesia, untuk melestarikan kekayaan Indonesia, serta dapat dijadikan kegiatan 
pariwisata yang memberikan sumber pendapatan nasional maupun daerah. Contohnya, pelestarian budaya, pengembangan museum, dan cagar budaya.
4.      Kehidupan pertahanan dan keamanan
Membagun TNI Profesional merupakan implementasi dalam kehidupan pertahanan keamanan. Kegiatan pembangunan pertahanan dan keamanan harus memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk berperan aktif, karena kegiatan tersebut merupakan kewajiban setiap warga negara, seperti memelihara lingkungan tempat tinggal, meningkatkan kemampuan disiplin, melaporkan hal-hal yang mengganggu keamanan kepada aparat dan belajar kemiliteran.
            Membangun rasa persatuan, sehingga ancaman suatu daerah atau pulau juga menjadi ancaman bagi daerah lain. Rasa persatuan ini dapat diciptakan dengan membangunsolidaritas dan hubungan erat antara warga negara yang berbeda daerah dengan kekuatan keamanan.Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama pulau dan wilayah terluar Indonesia.

Kesimpulan
Wawasan Nusantara merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat dengan tujuan agar tidak terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam rangka mencapai dan mewujudkan tujuan nasional.Diperlukan kesadaran sebagai implementasi WNI untuk  mengerti, memahami, menghayati tentang hak dan kewajiban warganegara serta hubungan warganegara dengan negara, sehingga sadar sebagai bangsa Indonesia. Mengerti, memahami, menghayati tentang bangsa yang telah menegara, bahwa dalam menyelenggarakan kehidupan memerlukan konsepsi wawasan nusantara sehingga sadar sebagai warga negara yang memiliki cara pandang. Agar hal-hal yang diinginkan dapat terwujud diperlukan sosialisasi dengan program yang teratur, terjadwal dan terarah.

Pluralisme dalam Agama Islam

September 23, 2018 0 Comments
(pict: Cultural-pluralism.jpg)


Wacana tentang pluralisme masih begitu penting dan krusial, karena hal tersebut masih terkait erat dengan masalah teologis. Tidak semua umat beragama sepakat mengatakan ada kebenaran lain di luar agamanya. Ajaran “kitab suci”masing-masing Agama selalu mengarahkan para pemeluknya untuk meyakini bahwahanya Agama-nya adalah Agama yang paling benar.
Meskipun sudah dinyatakan sebagai paham yang bertentangan dengan Islam oleh Majelis Ulama Indonesia, melalui fatwa tahun 2005, paham Pluralisme Agama masih terus disebar luaskan oleh para pemeluknya. Selain karena ada yang menganggap paham ini bermanfaat untuk meredam konflik antar-umat beragama, paham ini memang laku dijual.
 Sebab, paham ini memang sangat laku ditawarkan kepada lembaga-lembaga masyarakat Barat. Karena itulah, bisa dipahami jika paham ini termasuk isu favorit di kalangna kaum liberal. Salah satu program utama liberalisasi Islamdi Indonesia, menurut Greg Barton, adalah penyebaran paham Pluralisme Agama. Pluralisme tidak bisa dipahami hanya dengan mengatakan bahwa masyarakat kita (Indonesia) majemuk,beraneka ragam, yang terdiri dari berbagai suku dan agama, yang justru hanya menggambarkan kesan fragmentasi, bukan pluralisme. Pluralisme juga tidak bisadipahami sekedar sebagai “kebaikan negatif”, hanya ditilik dari kegunaannya untuk menyingkirkan fanatisme. Namun, Pluralisme harus dipahami sebagai “pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan keadaan”, bahkan Pluralisme merupakan suatu keharusan bagi keselamatan umat manusia, antara lain melalui mekanisme pengawasan dan pengimbangan yang dihasilkannya. Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin harus membuka diri dengan agama-agamalain, serta tidak perlu menganggap bahwa dirinya adalah agama yang paling benar diantara agama-agama yang lain, karena pada dasarnya semua agama itu tujuan utamanya adalah sama yaitu Tuhan. 

Namun, bagaimana sikap Islam ditengah keberagaman agama yang ada di Indonesia?

Pada saat ini sebagaimana dikatakan oleh Alwi Shihab dalam Islam Inklusif, bahwa umat beragama dihadapkan kepada serangkaian tantangan baru  yang  tidak  terlalu  berbeda  dengan  apa  yang pernah dialami sebelumnya. Pluralisme agama, konflik intern atau antar agama adalah fenomena nyata. Pluralisme agama dalam hal ini, harus benar-benar dapat dimaknai sesuai dengan akar kata serta makna  sebenarnya.  Hal  itu  merupakan  upaya penyatuan persepsi untuk menyamakan pokok bahasan sehingga tidak akan terjadi “misinterpretation” maupun “misunderstanding”. Bertolak dari akar kata yang pertama yaitu pluralisme, kata pluralisme berasal dari bahasa Inggris yang berakar dari kata plural yang berarti banyak atau majemuk. Atau meminjam definisi Martin H. Manser  dalam  Oxford  Learner’s  Pocket  Dictionary: Plural (form of a word) used of referring to more than one”.  Sedangkan dalam Kamus Ilmiah Populer, pluralisme   berarti:   “Teori   yang   mengatakan bahwa realitas terdiri dari banyak substansi”. Secara  bahasa, pluralisme berasal dari dari kata pluralism berarti jama’ atau lebih dari satu. Sedangkan secara istilah, pluralisme bukan sekedar keadaan atau fakta yang bersifat plural, jamak, atau banyak. Lebih dari itu, pluralisme secara substansional termanifestasi dalam sikap untuk saling mengakui sekaligus menghargai, menghormati, memelihara, dan bahkan mengembangkan atau memperkaya keadaan yang bersifat plural, jamak, atau banyak.
Dalam hal ini beberapa tokoh juga mendenifinisikan pluralisme dalam berbagai pendapatnya antara lain: Menurut Alwi Shihab, pengertian pluralisme dapat disimpulkan menjadi  yaitu: pertama, pluralisme tidak semata menunjuk pada kenyataan tentang adanya kemajemukan. Namun, yang   dimaksud   pluralisme   adalah   keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukan tersebut. Kedua, pluralisme harus dibedakan dengan kosmopolitanisme.  Dalam  hal  ini Kosmopolitanisme   menunjuk   suatu   realitas   di mana aneka ragam ras dan bangsa hidup berdampingan di suatu lokasi. Maksudnya walaupun suatu ras dan bangsa tersebut hidup berdampingan tetapi tidak ada interaksi sosial. Ketiga, konsep pluralisme tidak dapat disamakan dengan  relativisme.  Paham  relativisme menganggap “semua agama adalah sama”. Keempat, pluralisme agama bukanlah sinkretisme, yakni menciptakan suatu agama baru dengan memadukan  unsur  tertentu  atau  sebagian komponen   ajaran   dari   beberapa   agama   untukdijadikan bagian integral dari agama tersebut.
Selanjutnya menurut Moh. Shofan pluralisme adalah upaya untuk membangun tidak saja kesadaran normatif teologis tetapi juga kesadaran sosial, di mana kita hidup di tengah masyarakat yang plural dari segi agama, budaya, etnis,  dan  berbagai  keragaman  sosial  lainnya. Karenanya, pluralisme bukanlah konsep teologis semata, melainkan juga konsep sosiologis. Sementara itu Syamsul Ma’arif mendefinisikan   pluralisme   adalah   suatu   sikap saling mengerti, memahami, dan menghormati adanya perbedaan-perbedaan demi tercapainya kerukunan antarumat beragama. Dan dalam berinteraksi dengan aneka ragam agama tersebut, umat beragama diharapkan masih memiliki komitmen  yang  kokoh  terhadap  agama  masing-masing.
Dari beberapa definisi di atas   dikatakan bahwa pluralisme merupakan suatu faham tentang kemajemukan yang mana terdapat beraneka ragam ras dan agama yang hidup berdampingan dalam suatu   lokasi.   Di   sini   pluralisme   tidak   hanya sekedar hidup berdampingan tanpa mempedulikan orang  lain.  Hal  itu  membutuhkan  ikatan, kerjasama, dan kerja yang nyata. Ikatan komitmen yang paling dalam, perbedaan yang paling mendasar dalam menciptakan masyarakat secara bersama-sama menjadi unsur utama dari pluralism.


        Setelah mengetahui berbagai definisi pluralisme, maka akan didapat pengertian pluralisme agama adalah suatu sikap membangun tidak saja kesadaran normatif teologis tetapi juga kesadaran sosial, di mana kita hidup di tengah masyarakat yang plural dari segi agama, budaya, etnis,  dan  berbagai  keragaman  sosial  lainnya. Selain itu, pluralisme agama juga harus dipahami sebagai pertalian sejati dalam kebhinekaan.
Menurut   Nurcholis   Madjid,   pluralism agama dapat diambil melalui tiga sikap agama:
a. Sikap eksklusif
Dalam melihat agama lain. Sikap ini memandang agama-agama lain adalah jalan yang salah, yang menyesatkan umat.
b. Sikap inklusif
Sikap ini memandang agama-agama lain adalah bentuk implisit agama kita.
c. Sikap pluralis
Sikap ini bisa terekspresikan dalam macam- macam rumusan, misalnya “agama-agama lain adalah  jalan   yang   sama-sama   sah   untuk mencapai kebenaran yang sama”, “agama- agama lain berbicara secara berbeda, tetapi merupakan kebenaran yang sama sah”, atau “setiap agama mengekspresikan bagian penting bagi sebuah kebenaran”.
Selanjutnya   menurut   Nurcholis   Madjid yang dikutip Rachman, mengatakan bahwa pluralisme agama tidak dapat dipahami hanya dengan mengatakan bahwa masyarakat kita majemuk, beraneka ragam, berdiri dari berbagai suku  dan  agama  yang  justru  hanya menggambarkan kesan fragmentasi bukan pluralisme. Pluralisme agama harus dipahami sebagai pertalian sejati kebhinekaan dalam ikatan- ikatan     keadaban     (genuine     engagement     of diversities within the bond of civility).


 Latar Belakang Munculnya Pluralisme Agama
Setelah dunia Islam menjadi negara-negaara merdeka pasca perang dunia I dan perang dunia II, ada beberapa masalah yang perlu tanggapan segera dari pemimpin dan tokoh umat Islam. Selain yang menyangkut hubungan antara Agama dan negara (din wan daulah), ada pula masalah yang berhubungan dengan tatanan kelembagaan masyarakat termasuk partai   politik   dan   organisasi   masyarakat. Faktor tersebutlah salah satu yang melatarbelakangi munculnya pluralisme agama karena banyaknya konflik-konflik yang muncul setelah banyak perpecahan baik dalam Agama, budaya dan tatanan masyarakat itu sendiri.Sebagai  konsep  plural  yang  dapat  di  artikan sebagai   keanekaragaman   wacana   pluralisme   juga tidak terlepas dari konsep teologi agama karena didalamnya masih banyak membahas sisi agama dari sara’  semata  tanpa  memandang  wilayah  sosial  dan iptek yang telah berkembang di masa sekarang. Pada tataran Teologis, dalam pendidikan agama perlu mengubah paadigma teologis yang pasif, tekstual dan eksklusif. Menuju teologi yang saling menghormati, saling mengakui eksistensi, berfikir dan bersikap positif, serta saling memperkaya iman. Hal ini dengan tujuan  untuk  membangun  interaksi  umat  beragama dan antar umat beragaama yang tidak hanya berkoeksistensi  secara  harmonis  dan  damai,  tetapi juga bersedia aktif dan pro aktif bagi kemanusiaan.
Yang melatar belakangi kemunculan pluralisme memang tidak terlalu jauh membahas tentang keanekaragaman dan konflik internal agama. Dalam pergaulan antar agama dewasa ini, memang semakin hari semakin merasakan intensnya pertemuan agama- agama itu. Pada tingkat pribadi, sebenarnya hubungan antar  tokoh-tokoh  agama  di  Indonesia  pada khususnya, kita melihat suasana yang semakin akrab, penuh toleransi, dengan keterlibatan yang sungguh- sungguh dalam usaha memecahkan persoalan- persoalan hubungan antar agama yang ada di dalam masyarakat. Tetapi pada tingkat teologis yang merupakan dasar dari agama itu muncul kebingungan- kebingungan, khususnya menyangkut bagaimana kita harus mendefinisikan diri di tengah agama-agama lain yang   juga   eksis   dan   punya   keabsahan.   Dalam persoalan ini di diskusikanlah apakah ada kebenaran dalam agama lain yang implikasinya adalah berakar dalam pertanyaan teologis yang sangat mendasar. Faktor  tersebutlah  yang  paling  utama melatarbelakangi munculnya pluralisme.
Sebab-sebab lain lahirnya teori pluralisme banyak dan  beragam,  sekalipun  kompleks.  Namun  secara umum dapat di klasifikasikan dalam dua faktor utama yaitu faktor internal (ideologis) dan faktor eksternal, yang mana antara satu faktor dan faktor lainnya saling mempengaruhi dan saling berhubungan erat. Faktor internal merupakan faktor yang timbul akibat tuntunan akan  kebenaran  yang  mutlak  (absolute  truthclaims) dari agama-agama itu sendiri, baik dalam masalah akidah,  sejarah  maupun  dalam  masalah  keyakinan atau doktrin. Faktor ini sering juga di namakan dengan faktor ideologis. Adapun faktor yang timbul dari luar dapat diklasifikasikan ke dalam dua hal, yaitu factor sosio-politis dan faktor ilmiah.

a.   Faktor ideologis (internal).
Faktor internal di sini yaitu mengenai masalah teologi. Keyakinan seseorang yang serba mutlak dan absolut dalam apa yang di yakini dan di imaninnya merupakan hal yang wajar. Sikap absolutisme agama tak ada yang mempertentangkannya  hingga  muncul  teori tentang relativisme agama. Pemikiran relativisme ini merupakan sebuah sikap pluralisme terhadap agama. Dalam konteks ideologi ini, umat manusia terbagi menjadi dua bagian, yang pertama mereka yang beriman dengan teguh terhadap wahyu langit atau samawi, sedangkan kelompok yang kedua mereka yang tidak beriman kecuali hanya kepada kemampuan akal saja (rasionalis).
b.   Faktor Eksternal
Di samping faktor-faktor internal tersebut di atas tadi, terdapat juga dua faktor eksternal yang kuat  dan  mempuyai  peran  kunci  dalam menciptakan iklim yang kondusif dan lahan yang subur bagi tumbuh berkembangnya teori pluralisme.
Kedua faktor tersebut adalah faktor sosio-politis dan faktor ilmiah:
1)  Faktor Sosio-Politis
Dimana  faktor  yang  mendorong munculnya teori pluralisme agama adalah berkembangnya wacana-wacana sosio politis, demokratis dan nasionalisme yang telah melahirkan  sistem  negara-bangsa  dan kemudian mengarah pada apa yang dewasa ini di kenal dengan globalisasi, yang merupakan hasil  praktis  dari  sebuah  proses  sosial  dan politis yang berlangsung selama kurang lebih tiga abad.
2)  Faktor Keilmuan atau Ilmiah
Pada hakikatnya terdapat banyak faktor keilmuan yang berkaitan dengan pembahasan ini. Namun yang memiliki kaitan langsung dengan timbulnya teori-teori pluralisme agama adalah maraknya studi-studi ilmiah modern terhadap agama-agama dunia, atau yang sering juga   di   kenal   dengan   studi   perbandingan agama. Evolusi politik dan ekonomi teleh memberikan  pengaruh  yang  sebanding terhadap evolusi sosial budaya begitu juga sebaliknya. Di antara keduanya terdapat hubungan    implikatif    dan    timbal    balik. Terlepas dari motifasi dan tujuan yang ada dibaliknya kajian ini telah berkembang begitu cepat baik dalam metodologi maupun materinya, sehingga memungkinkannya untuk membuat   penemuan-penemuan,   tesis,   teori, kesimpulan-kesimpulan dan pengayaan yang baru.
Dengan   kata   lain   peran   penting   studi agama modern  adalah  sebagai  supplier   para filosof agama dan teolog dengan pengetahuan
– pengetahuan dan data – data lengkap yang dapat   membantu   peran   dan   tugas   utama mereka, yakni memahami hakikat agama. Dari presentasi dan analisis ini dapat kita lihat pengaruh yang jelas dari kajian – kajian “ilmiah” perbandingan agama dalam perkembangan teori- teori pluralisme agama.
Akhirnya, sampai batas tertentu dapat disimpulkan, bahwa munculnya gagasan pluralisme  agama  modern  dengan  berbagai tren dan bentuknya, memberi gambaran fakta yang telanjang betapa besarnya usaha Barat yang liberal dan sekuler untuk menjadi dominandan hegemonik bahkan dalam pemikiran dan teologi keagamaan. Sekulerisme yang kini mendominasi peradaban Barat telah berhasil mengubah kristen untk menyebarluaskan gagasan pluralisme agama (apakah mereka sungguh – sungguh menerimanya  atau  tidak,  perkara  lain  lagi).

Tujuan Pluralisme Agama
Melalui pluralisme kita diantarkan pada penciptaan perdamaian dan upaya menanggulangi konflik yang akhir-akhir ini marak baik di luar negeri maupun di Indonesia sendiri, sebab nilai dasar dari pluralisme adalah penanaman dan pembumian nilai toleransi, empati, simpati, dan solidaritas  sosial.  Akan  tetapi  untuk merealisasikan tujuan pluralisme seperti itu, perlu memperhatikan konsep unity in diversity dengan menanamkan kesadaran bahwa keragaman dalam hidup sebagai suatu kenyataan dan memerlukan kesadaran bahwa moralitas dan kebijakan bisa saja lahir (dan memang ada) dalam konstruk agama- agama lain. Tentu saja penanaman konsep seperti ini  dengan  tidak  mempengaruhi  kemurnian masing- masing agama yang diyakini kebenarannya oleh kita semua.
Dalam  hal  ini  beberapa  tokoh menyebutkan tujuan   pluralisme dalam berbagai pendapatnya antara lain: Menurut Jalaluddin Rahmat tujuan pluralisme agama ialah untuk menegaskan unsur asasi yang mempersatukan semua agama dan menjadi syarat untuk memperoleh pahala Allah. Selanjutnya Abdurrahman Wahid pluralisme bertujuan untuk mempertahankan atau penyatu dan perekat suatu negara. Oleh karena itu, Indonesia memerlukan pengembangan konsep pluralisme.
Di samping itu pluralisme juga bertujuan  menghormati  perbedaan,  karena semakin  mengeratkan  nilai  pluralisme (keragaman) yang di yakini oleh seseorang. Maka dengan itu,  muncul sikap menghormati keyakinan agama lain sehingga tercipta perdamaian abadi dan saling menghormati antarumat beragama, bangsa, dan antar manusia. Sedangkan Nurcholis Madjid yang dikutip Nur Khalik Ridwan mengatakan bahwa pluralisme bertujuan mendekonstruksi absolutisme, menegaskan  relativisme  dan  membumikan toleransi setiap perbedaan, heterogenitas dan kemajemukan bukan hanya dianggap sebagai fakta yang harus diakui, tetapi kemajemukan dilihat dan diperlakukan sebagai bentuk positivisme, bukan negativisme.
Dari pemaparan di atas terlihat jelas bahwa tujuan  pluralisme  agama  adalah  pluralisme sebagai alat untuk penyatu dan perekat suatu negara, baik itu dari golongan bawah, menengah maupun golongan atas. Di samping itu seorang pluralis yang mengusung pluralisme dengan cara- cara pluralisasinya harus mengakui dan menjaga adanya  perbedaan,  kemajemukan,  dan heterogenitas ini untuk dijadikan hal yang bermanfaat.

Tantangan Pluralisme Agama
Dalam sebuah aliran, gerakan, organisasi, ataupun sebuah paham tetulah mempunyai sebuah tantangan, begitu pula dengan pluralisme agama yang tidak asing lagi. Secara jujur harus diakui bahwa pemahaman dan sekaligus kesadaran sebagian kaum muslimin di Indonesia terhadap pluralisme masih mengalami kesenjangan yang sangat jauh. Pluralisme masih diposisikan   sebagai   musuh   bersama   atas   nama ’agama’ yang harus dilenyapkan dari segenap nalar kaum muslimin. Hal ini dikarenakan pluralisme dipandang sebagai satu paham yang mengarah pada praktik penghancuran terhadap batas-batas agama, dan akibat   lanjutannya   adalah   kabur   atau   hilangnya identitas agama.
a. Tantangan Indonesia
Indonesia merupakan negara yang kaya akan ‘warna’etnis, bahasa, budaya, dan agama. Dalam kondisi masyarakat majemuk itu, tentu sangat rentan terjadinya perpecahan bangsa. Guna menjaga   persatuan   dan   kesatuan,   diperlukan perekat  yang  kuat  yang  mampu mengantisipasi dan menyelesaikan berbagai masalah yang timbul. Indonesia memiliki pancasila yang disepakati mewadahi dan melindungi kelestarian kemajemukan tadi, sehingga diharapkan ia dapat menjadi perekat yang kuat bagi keutuhan bangsa.
Namun dalam kenyataan, pancasila belum sepenunya dijadikan sebagai perekat bangsa, terbukti masih ada konflik bahkan kerusuhan yang berlatar belakang kesukuan, pertikaian antar golongan atau partai politik, dan konflik yang berlatar belakang perbedaan agama yang masih terjadi dimana-mana. Selain itu, sering pula terjadi perlakuan diskriminatif dan dominasi mayoritas terhadap minoritas, atau penindasan yang kuat terhadap yang lemah. Apapun alasannya, jika hal itu terjadi, persatuan bangsa akan sulit dipertahankan. Itulah sebabnya, di sini diperlukan kearifan dan kesadaran dari berbagai pihak, demi keutuhan  dan  persatuan  bangsa  yang  majemuk seperti Indonesia ini.
Sampai   saat   ini   pula   masih   menjadi momok yang menakutkan bagi kalangan masyarakat    Indonesia    pasca-keluarnya    fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) keragaman yang semestinya dapat mendorong kita pada kehidupan yang harmonis, justru diciderai oleh fatwa yang tidak bertanggungjawab tersebut. Sehingga tidak berlebihan jika dikatakan bahwa sebelum fatwa MUI tersebut, kehidupan masyarakat beragama yang relatif harmonis, tiba-tiba berubah menjadi ketegangan yang pada akhirnya berbuah konflik di mana-mana, seperti di Ambon, Poso, dam Maluku. Konflik tersebut juga tidak menutup kemungkinan di  tahun-tahun  mendatang  akan  terus  menjadi ancaman sekaligus tantangan agama-agama.Berdasarkan pemaparan di atas, tantangan pluralisme  yang  ada  di  Indonesia  adalah bersumber   dari   tokoh   masyarakat   itu   sendiri (MUI) yang tidak setuju dengan adanya pluralisme agama yaitu dengan mengeluarkan fatwanya yang secara tegas melarang adanya pluralisme agama. Justru dengan adanya fatwa tersebut menjadi pemicu awal konflik yang terjadi di mana-mana.

Kontroversi Pluralisme Agama
a) Pro pluralisme
para cendikiawan muslim Indonesia telah terlibat dalam sejumlah diskursus tentang Islam dan pluralisme. Bertolak dari pandangan bahwa Islam merupakan agama kemanusiaan (fitrah), yang berarti cita-citanya sejajar dengan cita-cita kemanusian universal, Nurcholis Madjid berpendapat bahwa cita-cita keislaman sejalan dengan cita-cita manusia Indonesia pada umumnya. Ini adalah salah satu pokok ajaran Islam. Oleh karena itu sistem politik yang sebaiknya diterapkan di Indonesia adalah sistem yang tidak hanya baik untuk umat Islam, tetapi juga membawa kebaikan untuk semua anggota masyarakat.
Dengan kata lain diperlukan sistem yang menguntungkan semua pihak, termasuk mereka yang non-muslim. Hal ini papar Nurcholis sejalan dengan watak inklusif Islam. Indonesia. Menurutnya, pandangan ini telah memperolah dukungan dalam sejarah awal Islam. Nurcholis menyadari bahwa masarakat Indonsesia sangat pluralistik dari segi entnis, adat-istiadat, dan agama. Dari segi agama, selain Islam, realitas menunjukan bahwa hampir semua agama,khususnya agama-agama besar dapat berkembanag subur dan terwakili aspirasinya di Indonesia. Oleh sebab itu masalah toleransi atau hubungan antar agama menjadi sangat penting. Nurcholis optimis bahwa dalam soal toleransi dan pluralisme ini, Islam telah membuktikan kemampuannya secara menyakinkan.
Fakta bahwa Islam memperkuat toleransi dan memberikan aspirasi terhadap pluralisme, sangat kohesif dengan nilai-nilai pancasila yang sejak semula mencerminkan tekad dari berbagai golongan dan agama untuk bertemu dalam titik kesamaan (comon platform) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia memiliki pengalaman sejarah yang panjang dalam pergumulan tentang keragamaan, aliran politik dan keagaman, sejak zaman pra kemerdekaan sampai sesudahnya. Nurcholis melihat ideologi negara Pancasilalah yang telah member kerangka dasar bagi masyarakat Indonesia dalam masalah pluralism keagamaan.
Sementara itu Abdurrahman Wahid juga melihat hubungan antara Islam dengan pluralisme dalam konteks manifestasi universalisme dalam kosmopolitanisme ajaran Islam. Menurutnya, Islam ajaran yang dengan sempurna menampilkan universalisme. Adalah lima jaminan dasar yang diberikan Islam kepada warga masyarakat, baik secara perorangan maupun kelompok. Kelima jaminan dasar tersebut adalah :
(1) Keselamatan Fisik warganegara
(2) keselamatan keyakinan agama masing-masing,
(3) Keselamatan keluarga dan keturunan,
(4) Keselamatan harta benda dan milik pribadi, dan
(5) Keselamatan profesi.
Dalam konteks masayarakat Indonesia yang pluralistik ini, Abdurrahman mengharapkan agar cita-cita untuk menjadikan Islam dan umat Islam sebagai “pemberi warna tunggal” bagi kehidupan masyarakat disamping. Ia juga menolak jika Islam djadikan “alternatif” terhadap kesadaran berbangsa yang telah begitu kuat tertanam dalam kehidupan masyarakat Islam sebaiknya menempatkan ciri sebagai faktor komplementer, dan bukan mendominasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian format perjuangan Islam pada akhirnya partisipasi penuh dalam upaya membentuk Indonesia yang kuat, demokratis, dan penuh keadilan. Tujuan akhinya adalah mengfungsikan Islam sebagai kekuatan integrative dalam kehidupan berbangsa.
b) Kontra pluralisme
Berbeda dengan dua tokoh di atas, yang melihat pergumulan Islam dengan pluralisme dalam perspekktif substansi ajaran Islam, Kuntowijoyo lebih mengaitkannya dengan setting sosial budaya. Bagi Kunto peradaban Islam itu sendiri merupakan sistem yang terbuka. Artinya peradaban Islam menjadi subur di tengah pluralis budaya dan peradaban dunia. Meskipun demikian peradaban dan kebudayaan Islam juga bersifat orsinil dan otentik, yang mempunyai ciri dan kepribadian tersendiri. Kunto berpendapat bahwa umat Islam dapat menerima aspek- aspek positif dari ideologi atau paham apapun, tetapi pada saat yang sama, perlu didasari bahwa Islam itu otentik, memiliki kepribadian yang utuh dan sistem tersendiri. Dalam konsteks Indonesia, Kunto berpendapat bahwa umat Islam, terutama cendikiawannya, harus dapat memadukan kepentingan nasioanal dan kepentinagan Islam.
Kaitannya dengan kehidupan beragama di Indonesia, Kunto menawarkan dua persoalan untuk dicermati, yaitu solidaritas antar agama dan pluralisme positif. Mengenai solidaritas, ada dua tahap yang menentukan kemajuan dalam hubungan antar agama, yaitu dari kerukunan menuju kerja sama. Kemajuan itu adalaah dari inward looking (meliahat ke dalam) ke outward looking (melihat keluar). Setelah adanya rangkaian “kesalahpahaman” di antara pemeluk-pemeluk agama di Indonesia, pada waktu menteri agama dijabat oleh Mukti Ali (1970). Istilah kerukunan antar umat beragama mulai digulirkan. Sejak saat itu terjadi perdebaatan mengenai makna dan praktek toleransi, apakah toleransi itu dikenakan kepada mayoritas atau minoritas. Kesimpulan di atas kertas selalu kedua-duanya, tatapi di lapangan, kerukunan tidak pernah terjadi. Ketakutan akan Kristenisasi di daerah Islam dan Isalmiasasi di daerah kristen saling menghantui kedua belah pihak, dan ini tidak menguntungan bagi upaya menciptakan kerukunan. Pada tahun 1970-1990 kerukunan tidak pernah terjadi dalam praktek kehidupan masyarakat Indonesia.
Hal ini terjadi ,menurut Kunto,karena masing-masing agama melihat ke dalam (inward lokking). Solidaritas yag betul-betul terjadi pada tahun 1990-an, dengan tema baru, bukan lagi dialog antar agama, tetapi out ward looking yaitu memikirkan bersama bangsa ini. Itulah yang terjadi dalam forum-forum cendekiawan umat beagama. Pluralisme positif adalah kaidah bersama yang ditawarkan Kunto dalam hubungan antar agama. Kaidah ini diperlukan agar tidak terjadi hubungan berdasarkan prasangka. Kaidahnya adalah bahwa  selain agama sendiri ada agama lain yang harus dihormati (pluralisme), dan masing-masing agama harus tetap memegang teguh agamanya. Pluralisme menjadi negative apabila orang mengumpamakan agama seperti baju, yang dapat diganti-ganti semaunya. Pluralisme positiflah yang dipraktekkan Rasul di Madinah. Senada dengan Kuntowijoyo, Alwi Sihab menyatakan bahwa apabila konsep pluralisme agama hendak diterapkan di Indonesia, maka harus ada satu syarat, yaitu komitmen yang kokoh terhadap agama masing-masing. Seorang pluralis, dalam berintraksi dengan aneka ragam agama, tidak saja dituntut untuk membuka diri, belajar, dan menghormati mitra dialognya, tetapi juga harus commited terhadap agama yang dianutnya. Hanya dengan sikap demikianlah kita dapat menghindari relativisme agama yang tidak sejalan dengan konsep Bhineka Tunggal Ika.

Kesimpulan
1.  Pluralisme dapat diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya keragaman pemikiran, peradaban, agama, dan budaya. Bukan hanya menoleransi adanya keragaman pemahaman tersebut, tetapi bahkan mengakui kebenaran masing-masing pemahaman, setidaknya menurut logika para pengikutnya.
2.  Gagasan pluralisme merupakan ide yang berhubungan erat dengan sekulerisme yang memandang bahwa agama harus dipisahkan dalam kehidupan publik.





Daftar Pustaka

Punk. Zie. ”Islam dan Pluralisme diIndonesia”http://agama.kompasiana.com/2010/07/10/islam-dan-pluralisme-di-indonesia/ Senin,7 November 2012.
Zacky. Abah. “Pluralisme Agama Dalam Pandangan Islam.“http://www.muslimdaily.net/artikel/studiislam/pluralisme-agama-dalam-pandangan-islam.html. Senin, 7 November 2012.