Follow Us @soratemplates

Sunday, 23 September 2018

Falsifikasionisme

Falsifikasionisme   


 Karl Raimund Popper menggebrak dunia filsafat sains dengan bukunya The Logic of Scientific Discovery pada tahun 1934. Dalam buku tersebut, Karl Popper mengajukan sebuah gagasan yang menarik mengenai falsifikasi. Falsifikasi adalah kebalikan dari verifikasi, yaitu pengguguran teori lewat fakta-fakta. Menurut Karl Popper, proses verifikasi sangatlah lemah. Verifikasi hanyalah bekerja melalui logika induksi. Logika induksi adalah penyimpulan suatu teori umum dari pembuktian fakta-fakta partikular. Karl Popper lebih condong untuk menggunakan falsifikasi. Maka lahirlah Falsifikasionisme yang memiliki pandangan bahwa fokus penelitian sains bukan lah pembuktian positif, namun pembuktian negatif. Artinya fokus penelitian adalah untuk membuktikan bahwa suatu teori umum adalah salah dengan menyodorkan sebuah bukti yang membuktikan bahwa ia salah. Hal ini membuat penelitian ilmiah lebih efisien karena teori langsung dapat dipastikan gugur  hanya dengan sebuah fakta.
B.     Rumusan Masalah
Dalam rangka memperjelas arah pembahasan dari tulisan ini mengenai Falsifikasionisme maka dirasa perlu untuk mencantumkan rumusan masalah yang akan menjadi inti pembahasan, antara lain:
1.      Apa pengertian dari falsifikasionsme?
2.      Bagaimana pandangan falsifikasionisme?
3.      Bagaimanakah kriteria dari sebuah teori agar dapat dikatakan Falsifiabel?
4.      Faktor apa saja yang dapat menentukan tingkat Falsifiabilitas suatu teori?
5.      Bagaimana kontribusi falsifikasi terhadap kemajuan IPTEK?



C.     Pemecahan Masalah
Sebagai jawaban atas rumusan masalah yang telah dimunculkan diatas, maka di bawah ini disusun pembahasan terhadap masing-masing masalah.
1.      Pengertian Falsifikasionisme
Falsifikasionisme berasal dari bahasa Inggris “falsificationism”. Falsificationisme adalah paham yang meyakini bahwa suatu teori harus ada peluang di dalam teori tersebut untuk dapat disalahkan. Karl Raymund Popper adalah orang yang mengembangkan paham falsificationisme ini. Menurut Popper, tujuan dari suatu penelitian ilmiah adalah untuk membuktikan kesalahan (falsify) hipotesis, bukan untuk membuktikan kebenarannya. Popper menawarkan suatu metode alternatif untuk menjustifikasi suatu teori. Popper meyakini bahwa observasi selalu diawali oleh teori. Proses ilmu pengetahuan berawal dari observasi yang berhadapan dengan teori yang mapan atau prakonsepsi. Teori yang ada dilakukan observasi atau eksperimen, dari hasil yang observasi atau eksperimen yang didapatkan ternyata teori tersebut gagal, sehingga harus diganti secara keseluruhannya dengan teori lain, tidak bisa hanya sebagian (ad hock). Teori yang ada dilakukan observasi atau eksperimen, lalu berhasil, setelahnya dilakukan konfirmasi dan justifiabel, dan teori tersebut bertahan. Menurut kaum Falsifikasionisme pengetahuan bersifat komulatif (bertambah) dan objektif.


2.      Pandangan aliran Falsifikasionisme
Aliran Falsifikasionisme memiliki beberapa pandangan yang dapat dijadikan sebagai batasan dalam mengenalinya, antara lain:
a.         Observasi dibimbing oleh teori dan pra-anggapan.
b.         Teori merupakan dugaan atau tebakan spekulatif dan coba-coba, yang diciptakan secara bebas oleh intelek manusia untuk mengatasi problema yang dijumpai teori-teori terdahulu, dan untuk memberikan keterangan yang tepat mengenai beberapa aspek dunia atau alam semesta.
c.         Teori akan diuji dengan keras oleh observasi dan eksperimen. Yang gagal akan dibuang dan diganti dengan yang baru, contohnya: Semua orang yang melihat warna merah akan meningkat nafsu makannya, apabila ditemukan orang yang tidak meningkat nafsu makannya setelah melihat warna merah maka teori itu akan runtuh kemudian digantikan oleh teori yang lain.
d.       Ilmu berkembang melalui ‘trial and error’

3.      Kriteria teori falsifiabilitas
Sebuah teori dapat disebut falsifiabel jika telah memenuhi kriteria yang ditentukan dalam aliran falsifikasionisme, antara lain:
a.         Ilmu sebagai suatu perangkat hipotesis,  dikemukakan secara coba-coba dengan tujuan melukiskan secara akurat perilaku suatu aspek dunia atau alam semesta.
b.         Syarat ilmiah yang perlu dimiliki oleh suatu teori ialah  harus falsifiable atau dengan kata lain  dapat diuji dan mengakui kesalahan (Apabila suatu teori harus mempunyai isi informatif, ia harus menanggung resiko difalsifikasi).
4.      Tingkat Falsifiabilitas
Tingkat falsifiabilitas suatu teori dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap teori yang bersangkutan, maka hal tersebut sangatlah penting untuk diketahui. Adapun beberapa faktor yang dapat menentukan tingkat falsifiabilitas suatu teori, yaitu:
a.       Suatu hukum atau teori ilmiah yang baik menjadi falsifiabel justru karena mengemukakan klaim-klaim tertentu tentang hal yang nyata ada di dunia.
b.      Sebuah teori yang baik memiliki  jangkauan klaim yang luas, memiliki falsifiabilitas yang paling tinggi, serta dapat bertahan terhadap upaya falsifikasi.
c.       Maka teori harus dinyatakan dengan jelas dan cermat.

5.      Falsifikasionisme memberi sumbangan terhadap Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Falsifikasionisme yang telah diterapkan selama ini ternyata membawa dampak bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Aliran falsifikasionisme telah memberi kemajuan terhadap ilmu pengetahuan, berikut ini langkah-langkah kemajuan ilmu pengetahuan dari pandangan falsifikasionisme:
a.       Ilmu bertolak dari problema-problema berhubungan dengan keterangan tentang perilaku beberapa aspek dunia atau alam semesta.
b.      Hipotesa-hipotesa yang dianggap falsifiable kemudian diajukan.
c.       Hipotesa-hipotesa tersebut lalu diuji dan dikritik, kemudian terdapat hipotesa  yang bertahan namun ada juga ada yang runtuh.
d.      Apabila hipotesa yang bertahan tersebut akhirnya runtuh oleh ujian berikutnya, maka diperlukan hipotesa lebih lanjut yang sudah berkembang lebih jauh.
e.       Hipotesa yang baru sudah dapat dinyatakan lebih berkembang dari hipotesa yang terdahulu dan memerlukan ujian yang lebih keras, begitu seterusnya.
f.       Dari langkah-langkah yang telah dipaparkan diatas maka bisa dikatakan  tidak ada teori yang dapat dibuktikan kebenarannya, tetapi hanya dapat dibuktikan kesalahannya.

D.    Kesimpulan
a.       Falsifikasionisme merupakan faham yang muncul setelah Verifikasionisme, dengan latar belakang tidak puas terhadap aliran sebelumnya. Falsifikasionisme memiliki pandangan tersendiri terhadap suatu teori dan kriteria terhadap teori agar dapat Falsifiabel, hal tersebut mampu memberi sumbangan terhadap kemajuan ilmu pengetahuan sekaligus menjadi batasan terhadap Falsifikasionisme.
b.      Falsifikasionisme bermanfaat dalam menyediakan cara pandang yang lebih objektif terhadap suatu hal, apabila diaplikasikan dalam kehidupan sosial yang multikultural maka membuat kita memiliki pandangan yang lebih luas dan dapat diterima secara kolektif. Hal itu membantu memahami fenomena yang ada dalam sebuah kehidupan sosial multikultural.

No comments: